Solitude
Dalam nyala
lilin meredup hati kuncup
daku terbenam
keresahan, dan tengadah
manikmata
membedah dunia makin beku.
Sepenggal sosok
kekinian yang tanggal
dari hayat
bergantung lesu
Temaram. Tapi
layup yang memburu deru
serasa angin
masih punya pembujuk
pada dinding
malam langut.
Semak demi
semak tak tersiangi
tanpa watas
gema langkah.
Ah, mengiang
dan menggeletar ini cemas. mengguna.
Semak semak
berserak. Menghantu di hati ungu.
Tengadah.
Alangkah sementara.
awan awan
berlari dikejauhan. Terai bagai.
Tapaknya
memantul lorong.
Tiada apa apa.
Amut. Telungkup djaman.
Mengacau
dikekeluan.
Sebuah
Pondok Ditengah Hutan
Bagai tawanan
tengadah dengan setatap malam berbagai
Ia berlindung
dibapah keasingan yang makin ringkih dan ringkih
Wujud kepapaan
pabila dahan dahan menekan hati yang bangkit
Alangkah riap
sepi wingit mengait kakilangit
Maka diri lebih
layak terbanta sunyi.
Sesudah buat
yang kesekian kali, meraba tiang tiang sengketa.
Sebuah pondok
ditengah hutan
Kuyu ketuaan meski taktampak jaman
berlari
-namun bukanlah
aku korban yang mesti terkorbankan
oleh lengah
yang dimungkinkan matahari mati?-
Kalau malampun
istirah, tiada langit, tiada bumi lebih
nyata kalau
menyusur pagi, tiada cahaya lebih berarti.
Angan angan
tiarap. Pondok menguasai hidup tanpa bayangan
Hai. Betapa
ngeri, ngeri, menanti mati sejauh bekas jejak muda.
Bojongnegoro,
April 1970
0 komentar:
Posting Komentar