Home » » Giliyang, Pulau Terbaik di Dunia

Giliyang, Pulau Terbaik di Dunia




sumber foto: rri.co.id
Dua hari lalu, seorang alumni madrasah kami yang saat ini menjadi mahasiswa di Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Bangkalan , Hodariyatus Sofiyah, menshare di akun FB-nya sebuah link (baca: Ada Pulau ‘Awet Muda’ di Sumenep) tentang pulau kelahirannya, Giliyang, Sumenep. Dia –dan mungkin seluruh penghuni pulau itu— barangkali tidak pernah menyangka bahwa pulau kelahirannya yang seringkali diabaikan oleh pemerintah, akan ramai dibicarakan orang. Giliyang, dari hasil penelitian Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) pada 2006 dan Badan Lingkungan Hidup Jawa Timur pada 2011, dianggap memiliki kandungan oksigen terbaik di dunia.
file:///C:/Users/mahwi/Documents/Giliyang,%20Pulau%20Terbaik%20di%20Dunia.htm
Dari hasil penelitian LAPAN dan BLH Jatim itu disimpulkan bahwa Kandungan di pulau Giliyang berkisar 3,3 hingga 4,8 persen di atas normal. Kadar kandungan oksigen yang tinggi ini dipercayai menjadi penyebab mayoritas penduduk di Pulau Giliyang awet muda dan tetap segar bugar, meski usianya mencapai 90 tahun, bahkan hingga 101 tahun.
Rencananya, Pemda Sumenep bekerjasama dengan Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS) akan mengembangkan pulau ini sebagai obyek wisata “awet muda”. BPWS ditunjuk untuk membuat master plan dan kerja fisik, mulai dari pembenahan pelabuhan dan pelebaran di pulau yang akan dimulai pada 2014 mendatang. DPRD Jatim akan membahas perbaikan Pelabuhan Dungkek ke dalam PAK 2013. 

Giliyang, Halaman Belakang
Pulau Giliyang masuk kecamatan Dungkek (bukan kecamatan Raas sebagaimana diberitakan dalam link di atas), kecamatan yang berlokasi kira-kira 35 km dari kota Sumenep. Kecamatan ini berdampingan dengan kecamatan saya, Gapura. Dari rumah saya kurang lebih 15 km. Sementara pulau Giliyang berada di sebelah timur Dungkek. Untuk tiba di sana harus naik perahu kurang lebih 45 menit dari pelabuhan Dungkek.

1367847115398008187
lingkaran merah pulau giliyang, lingkaran hijau kecamatan Dungkek. sumber foto: id.wikipedia.org
Saya sudah 3 kali berkunjung ke pulau itu. Kebetulan di pulau itu banyak teman yang satu sekolah dengan saya. Meski saya sudah lama tahu tentang hasil penelitian itu, cuma saya tidak pernah tiba di titik lokasi yang memiliki kadar oksigen tinggi, tempat dimana LAPAN dan BLH Jatim mengadakan penelitian.
Menurut teman saya, yang saya hubungi tadi siang melalui telpon seluler, seluruh warga di sana sudah mendengar jika pulaunya memiliki kualias oksigen terbaik di dunia. Tetapi mereka mendengar berita itu dari mulut ke mulut. Karena hingga saat ini belum pernah ada sosialisasi resmi dari pemerintah daerah. Termasuk rencana pemerintah daerah ingin menjadikan pulau itu sebagai obyek wisata “awet muda”, tak pernah melibatkan warga. Soal ini sebenarnya lagu lama. Kebijakan pemerintah dulu hingga kini selalu bersifat top-down.
Pulau ini terdiri dari dua desa, Banraas dan Bancamara. Penduduk dua desa itu berjumlah kurang lebih 8.000 jiwa. Masyarakatnya adalah petani dan nelayan. Akhir-akhir ini penduduk pulau Giliyang banyak yang merantau ke Bali atau Jakarta. Pekerjaan petani dan nelayan, sebagaimana umumnya terjadi dimana-mana, kurang menguntungkan. Inilah salah satu alasan kenapa penduduk mulai merantau.
Sebagaimana banyak pulau kecil lainnya, infrasruktur di pulau ini seringkali dianaktirikan. Jalanan banyak rusak. Tidak ada listrik. Kecuali listrik yang dikelola pribadi dan hanya menyala di malam hari. Itu pun seringkali padam. Pulau ini seperti menjadi “halaman belakang” kota Sumenep.
Baru kali ini pemerintah menaruh perhatian –meski hanya janji dan rencana—terhadap pulau Giliyang, setelah tahu pulau ini menyimpan “kekayaan”. Jika pulau ini benar-benar menjadi obyek wisata “awet muda”, tentu pemerintah daerah akan mengeruk pundi-pundi untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Seandainya pulau ini tidak memiliki “kekayaan”, seperti banyak pulau lain yang penduduknya merana, Giliyang mungkin akan diabaikan. 

Harapan Anak Muda
Teman yang saya hubungi tadi siang melalui telpon seluler adalah seorang guru honorer salah satu SD negeri, di samping ia juga sebagai guru ngaji. Suara teman saya ini, jika dianggap mewakili anak muda terdidik di pulau Giliyang, patut dijadikan masukan bagi Pemda Sumenep. Baginya tak ada keberatan pulaunya dijadikan obyek wisata, asal jelas untuk –pertama dan utama—manfaatnya dirasakan penduduk pulau Giliyang sendiri. Karena itu, teman saya berharap ada dialog dulu antara Pemda Sumenep dengan penduduk Giliyang.
Sebagai seorang teman, saya merasakan harapan itu. Banyak pembangunan hanya dilihat dari sudut kapital dan abai terhadap konteks social-budaya masyarakatnya. Kapital itu berputar dan menumpuk di tangan pemodal, sementara masyarakat (di)cukup(kan) menikmati tetesannya. Jalan keluarnya, jika mau dijadikan obyek wisata, cukup Pemda memfasilitasi dan biarkan penduduk pulau Gili ikut terlibat secara battom up dalam menyusun grand design-nya.
Matorsakalangkong
Pulau Garam | 6 Mei 2013
Share this article :

0 komentar:

 
Support : Jualan Buku Sastra | Jualan Buku Seni dan Budaya |
Copyright © 2013. areamahwiairtawar - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger